Opini

Akankah Berubah Nasib Guru Di Era Presiden Prabowo

Oleh ;
DR. Mulyawan Safwandy Nugraha,
Guru, Pendidik dan Wakil Ketua Tanfidziah PCNU Kota Sukabumi

Kang Hendra, teman saya di daerah Surade Sukabumi, pernah bicara suatu hari. Saya ini anak guru honor SD negeri. Bapak saya ngajar hampir tiga dekade di Surade, Sukabumi. Dulu waktu saya masih kecil, tiap awal bulan kami nunggu slip gaji kayak nunggu hujan turun di musim kemarau. Kadang telat, kadang utuh, kadang bolong. Begitu ceritanya.

Sekarang zaman makin maju. Anak-anak sekolah sudah bawa tablet, bukan papan tulis lagi. Tapi penghasilan guru masih gitu-gitu aja. Yang honorer, jangan ditanya. Gaji dua bulan sekali, kadang cuma cukup buat bayar utang warung.

Pemerintah suka bilang pendidikan itu penting. Tapi kenyataannya, perhatian ke guru sering tanggung. Apalagi sejak Presiden Prabowo naik, harapan makin tinggi. Tapi sejauh ini, janji belum banyak jadi bukti.

Saya pernah ngobrol sama Bu Ika. Dia guru di pelosok Cisaat, Sukabumi. Sudah 12 tahun ngajar, masih honorer di sebuah MTs Swasta. Gaji sebulan cuma cukup beli beras, bensin motor, sama bayar kuota. Untuk nabung? Mimpi aja belum sempat.

Padahal katanya presiden Prabowo mau reformasi pendidikan. Mau meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Katanya, ada dalam Asta Cita. Untuk bisa hadapi bonus demografi . Katanya jelang tahun 2045, Indonesia akan memiliki generasi (c) emas?

Tapi kalau guru tetap digaji rendah, gimana mau fokus ngajar? Anak murid butuh panutan, bukan guru yang kelelahan cari sampingan jadi ojek malam-malam. Atau sampingan serabutan yang gak juga jelas.

Dari dulu guru disebut “pahlawan tanpa tanda jasa.” Tapi pahlawan ini sering dibiarkan jalan sendiri. Tanpa jaminan kesehatan yang layak, tanpa kepastian masa depan. Ibarat pemain bola, mereka diminta menang, tapi sepatunya bolong.

Di Sukabumi ini banyak guru ngajar lebih dari satu sekolah. Pagi di SD, sore di bimbel. Sabtu dan Minggu ikut pelatihan daring, yang kadang cuma formalitas. Capek hati, capek badan, tapi tetap dijalani.

Kalau serius ingin memajukan negeri, ya mulai dari memuliakan guru. Bukan hanya saat Hari Guru saja. Tapi tiap hari, lewat kebijakan nyata. Misalnya dengan mengangkat guru honorer tanpa ribet birokrasi.

Pemerintah juga harus kasih pelatihan yang masuk akal. Jangan semua dibikin serba daring dan teoritis. Kasih yang sesuai dengan kondisi lapangan. Karena ngajar di kota dan di desa itu beda dunia.

Saya bukan pengamat atau pejabat. Saya bukan kayak kang Hendra, seperti di awal cerita ini, yang cuma anak dari seorang guru yang pernah rela naik motor 15 km demi mengajar murid lima orang. Saya cuma berharap, di era Presiden Prabowo, guru tidak terus jadi pengisi sabar dalam kurung penderitaan.

Semoga.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button