Opini

Peran IPNU Dalam Menolak Bangkitnya Kembali Gerakan Komunisme, Serta Pentingnya Menjaga Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia

Refleksi G30S/PKI.

Peran Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) dalam menolak bangkitnya kembali gerakan komunisme, serta pentingnya menjaga demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).

Oleh: Abdan Syaquro Ali Ramdani (Wakil Ketua PC IPNU Kota Sukabumi)

Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU), merupakan salah satu wadah akselerasi pelajar guna membentuk watak pola pikir yang berwawasan intelektual dan berjiwa spiritual sebagai penerus perjuangan bangsa.

Maka, sebuah ke-niscayaan bagi IPNU untuk turut serta menyikapi serta merefleksikan, dalam kejadian kelam yang menimpa bangsa indonesia beberapa dekade lalu.

Selain itu, para pelajar di Kota Sukabumi khususnya, mungkin selalu menggelar “Nobar G30S PKI” dalam rangka ‘mengingat’ kejadian kelam saja, tanpa merefleksikan serta menolak bangkitnya kembali gerakan komunisme ini.

Sejarah kemunculan, gerakan ini bermula ketika masa pemerintahan Presiden Soekarno yang menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”.

PKI, sebagai partai Stalinis terbesar di luar Tiongkok dan Uni Soviet, memiliki jumlah anggota yang sangat besar. Selain itu, PKI juga mengontrol gerakan serikat buruh dan gerakan petani di Indonesia.

Awal kejadian G30S PKI terjadi pada malam 30 September 1965. Sebuah kelompok yang mengklaim diri sebagai Gerakan 30 September (G30S) menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat, serta seorang perwira, di Jakarta. Mereka mengklaim bahwa tindakan ini bertujuan untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari upaya kudeta yang diduga dilakukan oleh kalangan militer.

Setelah peristiwa penculikan, terjadi kekacauan di Jakarta. Pada 1 Oktober 1965, Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto mengambil alih kendali militer, mengutuk tindakan G30S, dan mulai melakukan penangkapan terhadap anggota PKI dan orang-orang yang diduga mendukungnya. Dalam waktu singkat, peristiwa ini memicu kekerasan massal di seluruh Indonesia yang mengakibatkan pembunuhan ratusan ribu orang.

Kendati demikian, peran IPNU sebagai wadah akselerasi pelajar, harus dilakukan secara masif untuk menolak bangkitnya kembali gerakan komunisme ini, Pendidikan dan Informasi Melalui organisasi mahasiswa dan forum diskusi, pelajar harus bisa berkontribusi dalam menyebarkan pengetahuan mengenai sejarah, ideologi, dan bahaya komunisme. Edukasi ini penting untuk mencegah pengulangan kesalahan sejarah.

Maka dibutuhkanlah peran pelajar dalam Kritis terhadap Kebijakan Publik dan Berpartisipasi Aktif dalam mengawal Demokrasi, Pelajar harus mampu bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah atau pihak-pihak lain yang berpotensi merugikan hak-hak rakyat. Dengan analisis kritis, pelajar dapat menyuarakan pendapat mereka dalam forum-forum diskusi, media sosial, atau kegiatan-kegiatan kampanye yang mendukung perlindungan hak asasi.

Pelajar juga harus terlibat secara langsung dalam proses demokrasi, seperti dengan berpartisipasi dalam pemilu, organisasi pemuda, atau organisasi sosial yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat. Keterlibatan aktif dalam kegiatan ini akan mendukung proses demokrasi yang sehat.

Di masa kini, peristiwa G30-S/PKI dapat dijadikan sebagai pembelajaran berharga bagi generasi muda Indonesia, khususnya bagi para kaum terpelajar. Dengan banyaknya penderitaan yang dialami oleh bangsa Indonesia, sudah selayaknya pemerintah Indonesia terus menggaungkan kewaspadaan terhadap bahaya kebangkitan kaum komunis secara konsisten. Selain itu, pemerintah juga harus terus memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa ideologi komunis adalah ideologi yang terlarang di Indonesia. Sehingga tidak ada kemungkinan bagi ideologi tersebut untuk kembali bangkit dan menguasai negeri kita tercinta.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Orang mukmin tidak akan terperosok dua kali pada satu lobang.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Wallahu A’lam, Wallahul Muwafieq Illa Aqwamith Tharieq.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button